Doa Untuk Ima

"Hai, pangeranku." kata Ima pada Ali. Senyumnya merekah lebar. Walapun Ali tidak melihat, tapi Ali yakin Ima berseri mengatakan hai padanya.

"Hai, putriku." senyum Ali tak kalah lebar. Ia gelimpungan dengan dirinya sendiri.

Warna oranye di timur semakin terang. Menuju ke pagi. Semalaman Ali tidak tidur. Ia habiskan waktunya berdua dengan Ima. Dengan seorang putri dari barat. Ali ingat pertanyaan Ima padanya semalam.

"Kau sudah tahu kan bagaimana konsekuensi mencintaiku?"

Ali tahu benar. Bapaknya. Bapaknya adalah konsekuensinya. Ali harus utarakan kepada bapaknya, ia harus meminta restu bapak Ima.

"Haruskan saat ini juga aku harus meminta restu?" Ali tak kehabisan kata.

"Tidak. Aku akan menunggu, sampai kau siap. Namun jangan lama."

Ali sebenarnya belum yakin. Bukankah ini terlalu cepat? Dia kebingungan sendiri. Apakah aku salah dengan berkata padanya?

Adzan subuh menggema memenuhi langit. Fajar kedua telah nampak. Ali beranjak. Menata rambutnya, membenarkan bajunya yang tak rapi, mengusap matanya, lalu pergi mengambil air wudlu. Dua rakaat ia laksanakan sendiri. Ali sedang tak ingin berjamaah. Ia ingin sendirian. Meminta mengemis pada Allah-nya, tentang sebuah kepastian yang ia buat sendiri dengan Ima. Ali memohon maaf. Ia tau, kepastian hanya Allah saja yang berhak. Bukan kacong seperti Ali. Ia menangis. Khawatir dengan Ima dan dirinya sendiri.

"Allah... Apakah aku bisa bertanggung jawab dengan apa yang sudah aku perbuat? Apakah Engkau menuliskan tentang keberhasilan padaku, ataukah kegagalan dengan Ima? Apakah aku terlalu terburu-buru? Allaah... Sesungguhnya aku ragu hati dengan diriku. Tapi, Ya Rabb, jika memang Ima adalah Hawa, dapatkah aku menjadi Adam? Apakah Engkau mengizinkan aku perlahan mencintainya dengan pasti? Bolehkah? Baikkah, Ya Rabb? Mudahkanlah, jika memang itu baik. Dan hindarkanlah, jika memang buruk, Ya Allah. Aku berserah diri sepenuhnya pada-Mu. Engkau yang menciptakanku, Engkau-lah Tuan dan aku hamba..."

Ali mengambil hapenya. Cepat cepat dia menulis, tidak ingin apa yang dia dapat hilang.

"Tentu saja cinta tidak bisa direncanakan, namun bisa kita kendalikan. Tapi, kurasa aku lebih memilih untuk terbawa olehnya. Olehmu."

*untuk Siti Halimah, semoga aku bisa mencintaimu dengan utuh. Kau, pun, bisa mencintaiku dengan utuh. Perlahan, namun kita pastikan, lalu kita pasrahkan kepada Allah. Bismillah...

Komentar

Postingan Populer