Jaring Laba-laba
Wanita harus sadar, seorang pria tidak akan sanggup untuk melamar wanita jika dia tidak punya cukup modal. Modal uang, modal mental, modal baju, modal dengkul juga. Berbeda dengan wanita, manut saja cukup lah kalau pria sudah siap segalanya. Kata orang Jawa, wanita itu "Surgo manut, neroko katut" (Surga patuh, neraka ikut). Akhirnya yang terbebani adalah si pria, harus siap segalanya, harus bisa menuntun wanitanya ke surga. Wanita hanya tinggal manut (patuh).
Ali melamun melihat langit-langit kamarnya. Dia memperhatikan sarang laba-laba di pojok, tentu ada laba-labanya. Ada dua, sepertinya mereka suami istri, namun mereka hanya diam saja tak bergerak. "Menunggu mangsa mungkin." pikir Ali. Lalu ada nyamuk kecil terbang di sekitar jaring mereka. Benar perkiraan Ali, nyamuk tadi akhirnya terjebak di jaring laba-laba tadi. Dengan cepat laba-laba yang lebih besar berlari dan menangkap nyamuk tadi dengan dua kaki paling depan, menggulung-gulung nyamuk tadi sambil menciuminya. Tidak lama, nyamuk tadi sudah menjadi semacam kepompong kecil, dan dibiarkan di sekitar sarangnya, lalu laba-laba tadi kembali ke tempatnya berdiam. "Mungkin laba-laba yang lebih kecil itu yang jantan, tinggal diam menunggu istrinya nyiapin makanan untuknya. Dasar kewan!" Ali nggremeng sendiri.
Handphone Ali bergetar. Sebuah pesan; "Padahal aku mau jawab gitu hehe. Dijalani dulu saja, kan selanjutnya kita nggak tau. Doaku dari dulu selalu sama, kalau memang kita jodoh ya semoga semakin kedepan semakin dimantapkan hatinya, tapi kalau nggak jodoh, dijauhkan pelan-pelan tanpa harus ada yang sakit antara keduanya. Makanya aku nggak ambil pusing-pusing banget, yang penting aku sudah berdoa sudah berusaha juga, kan berarti tinggal dijalani kan, nanti jalannya sama Allah digimanain."
Ali melihat arloji Eiger-nya, pukul 18.04, hari Rabu, 19 Agustus 2015. Nyamuk malang yang sudah menjadi kepompong tadi sudah hilang entah kemana. Laba-labanya juga tinggal satu saja. Entah yang lebih kecil atau yang lebih besar yang menghilang. Handphonenya masih Ali genggam, tentu belum dia balas pesan tadi. Dari seorang wanita, jelas. Sudah lama mereka saling suka. Akhirnya Ali putuskan untuk mengajak wanitanya membuat beberapa pilihan, lalu mereka juga yang memilih, dan tentu, yang merasakan konsekuensinya adalah mereka pula. Ali ingin wanitanya menunggu, sampai dia benar-benar siap untuk melamarnya. "Hanya ada jawaban 'siap' atau 'tidak siap'. Aku tidak ingin ada jawaban 'dijalani saja dulu'." Kata Ali dalam pesannya untuk wanitanya.
Sekarang Ali seperti laba-laba di langit-langit kamarnya yang menghilang. Dan laba-laba yang sendirian di sarangnya seperti wanitanya Ali, menunggu pasangannya. Ali sudah tau, kalau wanitanya menjawab tidak siap, tentu tidak perlu dilanjutkan lagi kegiatan "saling suka"-mereka. Kalau siap, ya lanjut. Nah, kalau "dijalani saja", Ali melarang wanitanya menjawab dengan jawaban seperti itu karena Ali memang tidak tahu harus bersikap bagaimana. Kata teman Ali, wanita itu memang susah ditebak. Disuruh memilih sepatu high-hills atau sandal gunung, ladalah malah minta digendong. Repot kan? Yang lebih repot lagi, pria kadang memang lebih bodoh dibanding wanita. Lalu kalau begitu siapa yang salah? "Itu pertanyaan seorang pria, bukan wanita, karena pria lebih bodoh dari pada wanita." potong Ali menyimpulkan perkataan temannya. Kemudian temannya tertawa terbahak-bahak. Ali semakin yakin, pria memang bodoh, apalagi yang sedang tertawa didepannya itu.
Ali mengambil air untuk wudlu, lalu sholat maghrib, berjamaah dengan ibunya. Di sujud terakhirnya, Ali sedikit menambah waktu sujudnya. Ali tidak berkata apa-apa dalam sujudnya. Ali yakin, Tuhan tahu maksud Ali. Setelah selesai rangkaian ibadahnya, ibunya mengutus Ali ke balai desa, "nderek kumpul cah enom mriko!". Ali mengangguk. Sesampai disana, Ali baru sadar, handphonenya ketinggalan di kamarnya. Ali memaki dirinya yang dasar memang pelupa.
Sekarang, Ali juga menunggu. Dia lebih memilih untuk diam. Agar tenang, agar diam menuntunnya, menunggu jawaban dari Tuhan. Wanitanya pun juga menunggu jawaban Ali. Entah sampai kapan mereka akan saling menunggu jawaban. Mungkin purnama depan, atau fajar esok, kuncinya ada di Tuhan. Jika Tuhan segera memberi jawaban pada Ali, maka wanitanya akan segera mendapat jawaban pula. Jika Tuhan masih diam, maka tunggu saja, mungkin Tuhan masih menguji mereka.
Magelang, 24 Agustus 2015
Komentar
Posting Komentar