Percakapan di Paviliun

Sepersekian detik bahuku kautepuk dengan wajah yang rupanya berandai penuh.

Tak ayal, kau anggap kita sama.

Sama-sama menunggu nama yang ditunggu disebutkan dari pengeras suara.

Entah kau atau aku dulu, kita tidak berebut namun masih terus menunggu.

Katamu, sudah 3 hari kautunggui istrimu disini. Sekarat karena ginjalnya merintih kekeringan minta air segar.

Kujawab aku bujang. Keponakan yang kutunggui. Aku tak tau dia sakit atau tidur. Tapi seminggu yang lalu dia masih tertawa dan berlarian di depan sekolah sampai gerbang rubuh menghantam kepalanya dan tidur. Kubilang, tidurnya nyenyak sekali. Senyummu merekah dari wajah pucat yang lama tidak kau basuh air.

Kau tidak takut mati? Katamu bernada canda.

Aku tak ingin takut pada mati.

Mengapa?

Karena takut mati akan membuatku benar-benar mati.

RS Saiful Anwar, Malang
Oktober 2017

Komentar

Postingan Populer